Film “Perahu Kertas” yang disutradarai Hanung Bramantyo berhasil
menjadi film Lebaran dengan jumlah penonton terbanyak tahun ini. Film
yang diinspirasi dari novel karya Dewi Lestari ini, berhasil
mengumpulkan 149.424 penonton pada minggu pertama penayangannya sejak
pertengahan Agustus lalu.
Kesuksesan Perahu Kertas bermula dari novel yang ditulis Dewi Lestari yang semula merupakan content eksklusif untuk pelanggan salah satu provider telepon seluler. Dewi menulis novel ini secara spartan—selama 55 hari berturut-turut. “Saya bahkan sempat tinggal di rumah kost
khusus untuk menyelesaikan novel ini,” kata Dewi dalam sebuah
pernyataan. Kemudian, publik bisa menikmati novel ini setelah diedarkan
ke pasar sekitar bulan Oktober 2008.
Novel yang terbitkan Bentang Pustaka ini ternyata mendapat tempat di
hati masyarakat, hingga kemudian dicetak ulang sampai 15 kali. Untuk
adaptasi ke layar lebar, hak produksi didapatkan oleh rumah produksi
Starvision bekerjasama dengan Mizan Production. Chand Parwez Servia,
produser Starvision menyatakan bahwa sampai saat ini, animo penonton
terhadap Perahu Kertas terus meningkat dengan stabil. “Sampai dengan
Minggu, 26 Agustus lalu, Perahu Kertas telah ditonton oleh 303.852
orang,” kata Parwez kepada Inspirasi. Bahkan Parwez yakin, Perahu Kertas akan menembus lebih dari setengah juta penonton.
Menurut www.filmindonesia.or.id,
asumsi perhitungan pendapatan kotor dari suatu peredaran film untuk
tahun 2012 ini adalah Rp 22.000/ penonton. Dengan demikian, jika Perahu
Kertas berhasil meraih 300.000 penonton, maka pendapatan kotornya akan
mencapai Rp 6,6 Miliar.
Menurut Parwez, Perahu Kertas adalah film yang lengkap dan
mengungkapkan cinta secara kreatif. “Film ini bicara tentang hati yang
dipilih dan bukan memilih, dan tentang bagaimana cinta menjadi inspirasi
yang membuat orang merasakannya menjadi manusia yang lebih baik,”
jelasnya. Bagi Parwez, Perahu Kertas adalah salah satu film terpanjang
yang pernah dibuat Starvision, dengan durasi 4,5 jam. “Begitu ketahua
kalau filmnya akan sepanjang itu, kami memutuskan membaginya menjadi dua
bagian,” kata Parwez. Bagian kedua akan bisa dinikmati penonton sekitar
dua bulan kemudian.
Senada dengan Parwez, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari
Elka Pangestu menyatakan apresiasinya terhadap film ini. Mari bahkan
memuji Perahu Kertas sebagai film yang sukses mengadvokasi industri
kreatif. “Ini film tentang orang-orang kreatif, kita bisa melihat
karakternya banyak menggeluti bidang kreatif seperti penulis, pelukis
dan sebagainya,” kata Mari saat menghadiri premier film ini.
Bagi Mari, karya film yang bermutu selalu menumbuhkan rasa optimisme.
“Saya optimis dengan semakin banyaknya film berkualitas yang diproduksi
sineas Indonesia, kita akan segera memasuki era fim bermutu,”
tambahnya. Bahkan menurut Mari, sudah waktunya film Indonesia kini mulai
memikirkan cara menjadi tamu terhormat di negara lain. Untuk itulah
saat ini, menurut Mari, Kemenparekraf sedang memikirkan kebijakan yang
bisa dikembangkan untuk mendukung perfilman nasional termasuk bekerja
sama dengan instansi lain khususnya Kemendikbud dalam rangka
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di bidang perfilman.
Sementara itu, meski dari tahun ke tahun jumlah film Indonesia
meningkat pesat, namun hal ini ironisnya tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah gedung bioskop yang memadai. Data yang dilansir Bambang Soenaryo,
dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada
sekaligus peneliti perfilman Indonesia menunjukkan bahwa dari 497
kabupaten/kota yang ada di Indonesia, hanya 55 kabupaten/kota yang
memiliki gedung bioskop atau hanya sekitar 11 persen. Jumlah total
gedung bioskop hingga tahun 2010 sebanyak 172 bioskop dengan 676 layar.
Hal ini menyebabkan distribusi yang tidak merata khususnya untuk
bioskop di daerah-daerah sehingga masyarakat kesulitan mengakses film
nasional berkualitas. “Idealnya Indonesia membutuhkan setidaknya 6 ribu
gedung untuk meningkatkan potensi industri film Indonesia,” kata Parwez.
0 komentar:
Posting Komentar