Cincau hitam adalah sejenis gel berwarna hitam kecoklat-coklatan yang digunakan dalam pembuatan makanan pencuci mulut (dessert gel). Sebagai makanan pencuci mulut, cincau hitam yang dipotong-potong berbentuk kubus disajikan di dalam sirup encer dingin, kadang-kadang dicampur dengan potongan buah dan serutan kelapa muda. Secara tradisional, cincau hitam dikenal memiliki berbagai khasiat sebagai obat batuk, diare, murus darah, menurunkan tekanan darah, dan lain-lain. Seiring dengan kecenderungan global akan pangan fungsional, sejumlah penelitian tentang cincau hitam telah mulai berkembang. Tulisan ini akan membahas teknologi proses pembuatan bubuk instan komponen pembentuk gel (KPG) cincau hitam dan formulasi bubuk instan KPG cincau hitam dengan berbagai jenis pati.
Bahan dasar cincau hitam
Bahan dasar dalam pembuatan cincau hitam adalah (1) KPG cincau hitam yang diekstrak dari daun janggelan, (2) abu Qi - sejenis mineral yang berasal dari abu tangkai padi, dan (3) pati tapioka atau jenis pati lainnya.
KPG cincau hitam dihasilkan dari ekstrak daun dari tanaman yang dikenal dengan nama janggelan (Mesona palustris BL) yang dapat menghasilkan komponen hidrokoloid yang berfungsi sebagai pembentuk gel. Tanaman janggelan termasuk famili Labiatae, tingginya antara 30-50 cm, daunnya bergerigi dan berbunga majemuk berwarna putih hingga putih keunguan. Komposisi kimiawi dari daun cincau hitam dapat dilihat pada Tabel 1. Penyebaran tanaman janggelan di Indonesia antara lain di pulau Jawa, Sulawesi, Bali, dan Lombok.
Proses ekstraksi daun janggelan kering dilakukan dengan cara perebusan. Pada tahap ini beberapa jenis mineral sering kali ditambahkan untuk meningkatkan rendemen ekstrak dan kekuatan gel. Di Indonesia, mineral yang sering digunakan oleh para pengrajin adalah abu Qi, sedangkan di Cina digunakan natrium dalam bentuk natrium bikarbonat atau natrium karbonat. Abu Qi diperoleh melalui proses pembakaran tangkai padi (merang) dan setelah melalui proses perendaman dan penyaringan diperoleh air Qi yang siap digunakan dalam proses ekstraksi. Komponen utama abu Qi adalah Na, K, dan Ca.
Pati merupakan hidrokoloid yang paling banyak dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan. Hidrokoloid adalah suatu polimer yang larut dalam air, mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Ada berbagai jenis tanaman yang dapat menghasilkan pati, baik yang berasal dari biji-bijian, umbi, maupun cadangan makanan yang disimpan di dalam batangnya. Masing-masing jenis pati ini memiliki sifat-sifat khas, sehingga penggunaannya pun berbeda-beda. Beberapa jenis pati yang banyak digunakan dalam industri adalah pati jagung, pati sorgum, pati gandum, pati kentang dan pati ubi kayu.
Secara tradisional proses pembentukan gel cincau hitam diawali dengan menyiapkan ekstrak tanaman janggelan. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara merebus tanaman janggelan kering selama beberapa jam hingga diperoleh cairan yang berwarna coklat kehitaman. Setelah didinginkan, ekstrak disaring dengan menggunakan kain saring dan filtrat yang diperoleh dicampur dengan abu Qi dengan perbandingan tertentu. Kemudian ekstrak tersebut dipanaskan kembali dengan ditambahkan sejumlah tertentu larutan pati hingga membentuk gel. Gel yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan dibiarkan hingga dingin dan mengeras.
Proses pembuatan bubuk KPG instan
Penggunaan komponen pembentuk gel (KPG) cincau hitam dalam bentuk serbuk (powder) instan akan memudahkan ibu rumah tangga dalam membuat cincau hitam tanpa harus melakukan ekstrak tanaman janggelan yang menyita waktu dan tenaga. Ekstraksi dan isolasi KPG cincau hitam dapat dilakukan secara terpisah sehingga dihasilkan KPG dalam bentuk serbuk yang siap dipasarkan dalam kemasan atau sachet.
Proses pembuatan bubuk KPG instan dilakukan dengan mengekstrak tanaman janggelan kering yang sudah dipotong-potong dan dipanaskan dalam air mendidih (20 kali berat janggelan kering) yang mengandung abu Qi (10 % dari berat janggelan kering). Pemanasan dilakukan selama 4 jam, kemudian ekstrak didinginkan pada suhu ruang. Setelah disaring, filtrat yang dihasilkan ditambahkan etanol sebanyak 2 kali dari volume filtrat dan dibiarkan selama 2 jam hingga terbentuk gumpalan-gumpalan pada permukaannya. Gumpalan-gumpalan tersebut kemudian dipisahkan dan dikeringkan pada suhu + 75oC selama 7 jam dan selanjutnya digiling atau ditumbuk hingga diperoleh KPG yang berbentuk serbuk. Bagan alir proses pembuatan bubuk KPG cincau hitam dapat dilihat pada Gambar 1.
Rendemen yang dihasilkan dalam pembuatan bubuk KPG cincau hitam berkisar antara 6.5 – 13.7 %. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen antara lain mutu bahan baku (kondisi tanaman, umur panen), penanganan pascapanen (pengeringan dan penyimpanan) dan proses ekstraksi (perajangan, perbandingan bahan-air-abu Qi; lama perebusan, penyaringan, pengeringan dan penggilingan)
.
Formulasi KPG - pati
Pembentukan gel cincau hitam merupakan suatu fenomena yang unik. KPG cincau hitam tidak dapat berdiri sendiri untuk membentuk gelnya. Dalam bentuk larutan, KPG cincau hitam mengalami perubahan kekentalan bila dipanaskan. Untuk dapat membentuk gel, ke dalam larutan tersebut harus ditambahkan pati dan mineral-mineral tertentu. Larutan pati sendiri apabila dipanaskan akan dapat membentuk gel, tetapi gel yang terbentuk bersifat lunak dan lengket. Dengan penambahan KPG cincau hitam dalam jumlah yang relatif kecil, gel pati akan berubah menjadi keras dan kaku (Fardiaz, 1993).
Karakteristik gel cincau hitam bisa direkayasa dengan pengaturan formulasi perbandingan KPG cincau hitam, jenis dan kadar pati, jenis dan jumlah mineral, serta jumlah air yang ditambahkan. Rasio antara KPG dan pati yang tepat dalam suatu suspensi merupakan kombinasi penting untuk mendapatkan efek sinergis sehingga dapat dihasilkan cincau hitam dengan karakteristik gel seperti yang diinginkan. Tekstur cincau hitam dapat diukur berdasarkan sifat-sifat fisik gel yang meliputi kekakuan (rigiditas), kekuatan pecah, sineresis dan penurunan tinggi gel.
Semakin meningkatnya konsentrasi KPG-pati cenderung akan menghasilkan rigiditas dan kekuatan pecah gel yang semakin meningkat. Demikian pula dengan peningkatan jumlah KPG akan meningkatkan rigiditas dan kekuatan pecah gel, namun apabila jumlah KPG terus ditambahkan akan terjadi penurunan rigiditas dan kekuatan pecah gel. Tekstur gel yang baik mempunyai kekuatan pecah berkisar antara 9 sampai 25 g/cm2. Gel dengan kekuatan pecah kurang dari 9 g/cm2 menghasilkan tekstur yang terlalu lunak, sedangkan gel dengan kekuatan pecah lebih besar dari 25 g/cm2 menghasilkan tekstur yang terlalu keras.
Sineresis menunjukkan kemampuan gel dalam menahan air selama penyimpanan. Sineresis menyatakan banyaknya penurunan bobot gel selama penyimpanan (pada suhu ± 10oC, selama 3 minggu) dibandingkan bobot awalnya (% b/b). Sineresis gel cincau hitam cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi dan perbandingan KPG-pati. Tekstur gel yang baik mempunyai nilai sineresis kurang dari 60% setelah penyimpanan selama tiga minggu.
Penurunan tinggi gel menunjukkan keteguhan gel tersebut. Semakin rendah penurunan tinggi gel menunjukkan sifat gel yang semakin teguh (kokoh). Semakin tinggi konsentrasi dan perbandingan KPG-pati cenderung akan meningkatkan keteguhan gel (penurunan tinggi gel semakin rendah). Tekstur gel yang baik mempunyai penurunan tinggi gel kurang dari 2%, sedangkan gel yang menghasilkan penurunan tinggi gel lebih dari 2% menunjukkan sifat gel yang tidak teguh (sangat lunak).
Untuk membuat cincau hitam dari 1 kg bahan baku dapat dilakukan dengan menimbang KPG dan pati masing-masing seberat 200 gram dan 800 gram dan disuspensikan dalam air sebanyak 25 liter. Suspensi KPG-pati kemudian dipanaskan pada suhu 100oC selama 60 menit dengan dilakukan pengadukan secara terus-menerus selama pemanasan. Setelah didinginkan pada suhu ruang selama 3 jam, maka gel cincau hitam sudah terbentuk dan dapat dipotong-potong untuk disajikan. Cincau hitam disajikan dengan menambahkan sirup encer yang dingin, dapat pula dicampur dengan potongan buah dan serutan kelapa muda.
Dr.Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si., Staf Pengajar Departemen Teknik Pertanian, dan Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc., Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
0 komentar:
Posting Komentar