Ketika Daniel Surya mendapatkan penghargaan Brand Builder of the Year 2011 dari Global Awards for Brand Excellence
di India, pria ini sudah lebih dari 15 tahun berkecimpung di dunia
branding. Beragam merek lokal pernah melibatkannya, termasuk Telkom,
Bank Mandiri dan Sosro.
Kini, ada sebuah gagasan besar di kepalanya untuk membawa merek-merek
Indonesia menjadi lebih dikenal di dunia internasional. “Kadang-kadang
kita hanya membutuhkan keberanian besar, untuk memulai sebuah langkah,”
kata Daniel, Chairman dan President DM ID-Holland Asia Tenggara, yang membawahi lima negara. Simak wawancara eksklusif kami bersama Daniel Surya berikut ini.
1. Jika kami menyebut anda sebagai pakar branding nomer satu
di Asia Tenggara, saya rasa tidak akan ada yang protes. Faktor apa yang
membawa anda sampai ke titik sejauh ini?
Saya benar-benar menjalani pekerjaan ini dengan penuh passion. Saya
ingin memberikan service terbaik pada klien sehingga klien bisa mendapat
benefit yang nyata, atau bisnisnya semakin berkembang. Jika ada
penghargaan dari siapapun, itu selalu menjadi ekses, karena selalu ada
tim yang bekerja di belakang saya.
2. Ada yang mengatakan, hubungan yang lebih personal dengan
klien sangat penting untuk tipe bisnis di Asia. Bagaimana pendapat anda?
Bagi saya yang terpenting adalah komitmen dari klien itu sendiri.
Sebab brand building tidak hanya tentang hal-hal yang kita lihat di
permukaan, seperti pergantian logo, tapi juga mengenai perubahan kultur.
Inilah yang kadang-kadang tidak mudah.
3. Apakah ada pola yang muncul ketika anda berhubungan dengan klien?
Dalam brand building, kami menciptakan blue print yang kelak bisa
digunakan klien untuk strategi lanjutannya. Sebenarnya saya ingin
menanamkan ide ini, bahwa ada kekuatan brand yang berpotensi tinggi
untuk membawa mereka mencapai quantum leap, jadi tidak hanya sekadar
jualan produk. Namun, untuk menjual ide ini sendiri tidak mudah.
4. Dimana letak kesulitannya?
Saya rasa masalahnya pada kepercayaan, dan keberanian. Kedua hal
tersebut saling terkait. Saya sangat ingin bisa mengkontribusikan
expertise saya untuk mengembangkan merek-merek lokal Indonesia agar bisa
berbicara banyak di dunia internasional. Sebab, semakin banyak merek
Indonesia dikenal di luar, akan menjadi pencitraan yang baik bagi
Indonesia.
5. Apakah merek Indonesia memang mampu bersaing di dunia internasional?
Saya rasa, jika kita melihat dari kacamata optimisme, tidak ada ide
yang mustahil untuk diwujudkan. Contohlah Samsung dari Korea. Lima belas
tahun yang lalu, siapa yang kenal dengan Samsung? Tapi sekarang, merek
Samsung sudah mengglobal. Itu karena pemilik mereknya berani untuk
memiliki visi yang jauh ke depan, sebuah visi yang besar.
6. Namun selain keberanian, apa lagi yang dibutuhkan oleh merek Indonesia yang ingin mencoba menembus pasar internasional?
Relevansi dengan pasar dunia. Saya rasa jika dibandingkan dengan
sepuluh tahun yang lalu, sudah lebih banyak merek Indonesia yang sudah
melek branding. Pemiliik merek sebenarnya sudah tahu tahap apa saja yang
perlu dilalui dalam prose pembangunan merek. Tapi, kalau tidak berani,
ya susah juga. Bahkan, ada juga yang masih setengah-setengah, dan itulah
yang kita coba hindari.
7. Mengapa?
Bagi saya, dalam proses brand building yang diperlukan adalah
totalitas. Saya ingin semua orang, terutama di level senior management
dan BOD percaya pada kekuatan branding, atau mau belajar, terlepas dari
skala perusahaan besar atau kecil.
8. Sulitkah mendorong perubahan itu?
Saya rasa kami selalu mengatakan bahwa yang paling utama adalah
adanya kepercayaan bahwa branding mampu membawa perubahan menjadi lebih
baik. Saya memang sedikit keras, karena saya akan menolak suatu project,
ketika ownernya menyerahkan urusan ini kepada managernya. Bahkan, saya
juga menuntut agar BOD selalu berada dalam keadaan mudah dihubungi
ketika berada sepanjang proses branding atau rebranding ini.
9. Selain itu, apalagi kesalahan terbesar yang anda amati dalam proses branding merek-merek Indonesia?
Inconsistency. Kadang-kadang kebijakan juga langsung berubah seiring pergantian CEO.
10. Apa saja biasanya isu pemilik merek yang datang pada anda?
Pada umumnya, mereka biasanya sedang berada atau bersinggungan dengan
perubahan, misalnya pasarnya berubah, atau persepsi konsumen terhadap
merek atau produk berubah. Sebagian menginginkan perubahan citra, atau
berniat melakukan penyampaian pesan-pesan baru. Saya rasa ide besarnya
adalah bagaimana membuat merek membangun diferensiasi.
11. Bagaimana anda melihat perusahaan yang berada dalam comfort zone menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam proses branding.
Saya selalu melihat comfort zone adalah sebuah keadaan yang
berbahaya. Perusahaan tidak boleh berada dalam zona nyaman, karena
disini biasanya mereka akan lengah.
12. Bagaimana agar perusahaan bisa keluar dari comfort zone?
Karena berada dalam comfort zone itu berbahaya, maka posisikan diri
anda dalam disruptive zone. Ini merupkan sebuah zona dimana kita bisa
mengeluarkan ide-ide yang bisa menantang kerangka pemikiran. Sebuah zona
dimana kita menemukan alasan untuk hidup, yaitu untuk menciptakan
sesuatu, dan kita harus memberikan kontribusi dengan mengeluarkan
ide-ide terbaik. Saya percaya karya-karya terbaik selalu berada dalam
kondisi yang paling tidak baik.
13. Sebagai Chairman dan President DM ID-Holland Asia Tenggara, dari mana anda akan mulai melakukan gebrakan?
Saat ini, saya melihat negara-negara Asia Tenggara sangat dinamis dan
terus berada dalam situasi yang mendorong kea rah transformasi,
misalnya dengan yang terjadi di Malaysia dan Myanmar. Saya rasa yang
menarik disini adalah bukan hanya negaranya saja yang sedang berada
dalam transformasi, melainkan juga perusahaan-perusahaannya dan
masyarakatnya. Disinilah, DM ID-Holland ditargetkan untuk menjadi “The
Most Preffered Brand Agency in Southeast Asia”.
14. Setelah lebih dari 15 tahun berkecimpung di dunia
branding, apakah menurut anda masyarakat Indonesia sudah memiliki
pemahaman yang lebih baik mengenai branding?
Saya selalu melihat dua kategori orang, yaitu yang berani dan yang
tidak berani. Seseorang yang tidak berani bisa karena dia tidak tahu
apa-apa atau sudah terlalu nyaman dengan hidupnya. Sedangkan orang yang
berani adalah orang yang tahu bahwa ia tidak akan hidup selamanya,
makanya dia berubah dan berinovasi setiap saat.
15. Namun perubahan itu kadang juga tidak mudah.
Betul. Tapi tetap perlu kita lakukan. Saya selalu berkaca, bahwa saya
dulu pernah muda, dan sekarang waktu berjalan, dan sudah waktunya kita
mempertahankan relevansi dengan apa saja yang bergerak di luar sana.
Lihatlah misalnya, ketika dua puluh tahun yang lalu tidak ada social
media namun sekarang semua orang go to social media. Bagi saya rasanya
tidak akan menyenangkan jika kita menjadi pihak yang tergopoh-gopoh dan
terseret karena tidak mengikuti perubahan.
16. Dari mana sumber gagasan anda untuk memberikan rekomendasi strategi kepada klien?
Saya selalu melihat sebuah gagasan yang baik adalah sebuah gagasan
yang baik. Artinya tidak berarti gagasan terbaik selalu berasal dari
staf senior. Gagasan bagi saya adalah sesuatu yang muncul dari dalam
hati, dan jika kita bicara mengenai hati, maka gagasan terbaik selalu
dilahirkan dari mereka yang melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati.
17. Apa kriteria ide terbaik menurut anda?
Ide terbaik adalah ide yang relevan dengan pasar. Banyak ide bagus
tapi jika tidak relevan dengan pasar, ide tersebut tidak akan bisa
dieksekusi. Di sekeliling kita sebenarnya selalu banyak ide-ide, tapi
menurut saya kemampuan manusia untuk meng-capture ide itu sangat kurang.
18. Sebagai seorang pimpinan, kredo apa yang biasanya anda terapkan?
Saya selalu mengatakan kepada tim, bahwa dunia berubah cepat dan
hidup terlalu singkat untuk disia-siakan. Life so short, so brand it,
dan ini termasuk mem-branding hidup kita sendiri. Dalam pemikiran ini,
kita perlu sellau memulai dengan langkah kecil, namun berpikir jauh ke
depan, sembari bergerak dengan cepat. Saya pikir, hidup akan bermakna
jika kita bisa meninggalkan sebuah legacy,sesuatu dimana orang lain bisa
menarik manfaat darinya.
0 komentar:
Posting Komentar